Lampiran surat Buat Bapak Presiden RI, No: 41/MPRI/DPP-PTBRR/V/2013

PANDANGAN, PEMAHAMAN, SERTA KEYAKINAN
MURSYID/ GURU BESAR/ MUJADDID SYEKH. MUHAMMAD HIRFI NUZLAN BIN H. MUHAMMAD THAHIR BIN MUHAMMAD ISA BIN MALAN   YANG BERDASARKAN AL QUR’AN DAN AL HADITS  DALAM MENGATASI KONFLIK BERAGAMA UNTUK  MENCIPTAKAN KETENTRAMAN, KEAMANAN, KETERTIBAN, KEDAMAIAN DAN KEHARMONISAN SESAMA DAN ANTAR UMAT BERAGAMA



Konflik keagamaan sudah ada sejak dari zaman Nabi Muhammad SAW dan semakin menajam setelah Nabi Muhammad SAW wafat. konflik beragama bukanlah masalah baru buat kita semua, persoalan demi persoalan muncul kepermukaan, terkadang masalah perbedaan (khilafiah) saja menjadi penyulut masalahnya dan selalu diperdebatkan yang kesemuanya itu hanyalah menimbulkan kesia-siaan belaka dan lebih banyak mudaratnya dari manfaatnya, dan jelas dapat melalaikan hati kita kepada Allah dan akan  saling menimbulkan rasa kecurigaan dan sikap hujat-menghujat karena merasa dirinya atau kelompoknyalah yang paling benar. Kami menilai bahwa tangan-tangan pemerintah sudah cukup akurat dan cukup komplit, seperti: telah berdirinya Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1975 yang kita telah mengetahuinya bersama dan kami sangat bersyukur dan senang atas keberadaannya serta penayangan Tausyiah-Damai Indonesia ku yang menampilkan ustadz-usdadz dan kiyai-kiyai yang tersohor, dan juga Ustad Mualana dengan programnya yaitu Islam itu Indah,              K.H Abdullah Gymnastiar dengan Programnya yaitu Manajemen Qolbu, Ustadz Danu dengan programnya, yaitu: Bengkel Hati, Ustadz Arifin Ilham dengan Majelis Dzikirnya, Uztadz Mansyur yang terkenal dengan program Sedekahnya, Ustadzah Mama Dedeh dengan programnya: yaitu Curhat doong...,Almarhum K.H Zainuddin MZ, yang terkenal dengan Da’i Sejuta Umat, dan Almarhum Ustadz Jefri Al Bukhari dan sederet ustadz-ustadz lainnya yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu juga musisi yang memadukan Dakwah dan lagu, seperti : H. Rhoma Irama dan lain-lain sebagainya. Namun, seiring berjalannya waktu, persoalan konflik beragama ternyata semakin luas dan semakin tumbuh seperti jamur di musim hujan. Walaupun orang-orang tua kita yang duduk di MUI tersebut memiliki ilmu yang cukup dan ahli di dalam bidang agama dengan keahliannya masing-masing berjuang untuk menyatukan umat agar satu pandangan, pemahaman dan penafsiran dalam aqidah yang sesungguhnya yaitu hanya untuk mentauhidkan Allah atau Meng-istiqomah-kan Allah didalam hati, tiada yang lain yang mengisi relung-relung hati kita kecuali hanya untuk Mencintai Allah semata-mata. Seperti firman Allah yang artinya:
Seperti firman Allah SWT yang bunyi dan artinya :

“ Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.”
( Q.S Al Araf (7) 205 ) 

 28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.
(Q.S Ar. Rad (13) Ayat 28)

4. Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana,
(Q.S Al Fath (48) Ayat 4)


    Namun, semua harapan dan cita-cita yang mulia dari para orang-orang tua kami yang duduk di MUI mulai dari tingkat pusat hingga daerah untuk menyatukan umat yang berbeda-beda pandangan itu agar satu tujuan di dalam beraqidah yang benar,pas,tepat,dan terarah sesuai dengan aqidah yang di maksudkan Allah SWT yaitu: ”hati yang tak pernah lepas (istiqamah) berdzikir kepada Allah” sehingga dapatlah terciptanya sebuah kerukunan, keamanan, kedamaian serta stabilitas Nasional, akan tetapi hal itu  tidak dapat juga dapat terwujud. Sampai kapankah kita terus begini…???, malah sebaliknya konflik keagamaan setiap saat dan waktu semakin berkembang dan bertambah jumlahnya. Dalam hal ini,  saya menganggap mungkin orang-orang tua kami sudah cukup berusaha dengan sekuat tenaga dan segala pemikirannya yang dilandasi dengan ilmunya untuk membenahi permasalah konflik beragama yang sedang dihadapan saat ini dengan disiplin ilmu dan keahlian di bidang ilmu agamanya masing-masing, tentunya terkhusus dalam segi pandangan ilmu agama Islam.

Segala upaya telah dilakukan oleh Pemerintah melalui perpanjangan tangannya, yaitu MUI (Majelis Ulama Indonesia) serta berbagai lembaga-lembaga keagamaan dan Organisasi-organisasi Islam lainnya untuk menyatukan umat khususnya umat Islam yang berada di NKRI yang kita cintai ini, namun Mengapa persoalan ini tidak dapat tuntas juga ..? bahkan semakin rumit. Mungkin sudah banyak methode yang telah disajikan  secara Benar, pas, tepat serta terarah, namun belum menyentuh juga kepada sasaran yang dimaksudkan Allah, yaitu HATI, dan sudah banyak juga orang yang sudah benar mentauhidkan Allah dengan cara amalan-amalan yang diyakininya, sehingga membuat dirinya dapat terjaga dari Buruk sangka, amarah serta penyakit – penyakit hati lainnya, dan menjadikan dirinya tentram, damai dengan akhlak yang terpuji pula. Teruskanlah kalau sudah dapat begitu, dan sebarkan pula dengan methode yang anda miliki, tidak akan pernah ada yang salah kalau berlandaskan Al Qur’an dan Al hadits, Qiyas, Ijma Ulama, Ahlu Sunnah Wal Jamaah yang bermahzabkan Imam Syafi’i sebagai pijakkan dalam beragama untuk menegakkan aqidah sebenar-benar aqidah, tentunya di dalam maksud dan kehendak Allah yang Maha pemilik Ilmu itu yang sangat diridhoi Allah.

Menurut penafsiran Mursyid/ Guru Besar/ Mujaddid Syekh. Muhammad Hirfi Nuzlan Bin H. Muhammad Thahir Bin Muhammad Isa Bin Malan yang berdasarkan Al Qur’an dan Al Hadits, Aqidah sebenar-benar aqidah yang dimaksud Allah adalah Haq Allah yang  wajib terlebih dahulu dipenuhi oleh setiap manusia ciptaan Tuhan, yaitu:  ruh/hati/jiwa yang dahulu bersih suci menyaksikan Allah, tapi setelah terlahir ke bumi dan beranjak dewasa, diri kita tidak pernah memenuhi Haq Allah tersebut. Seperti firman Allah SWT dalam Q.S Al A’raaf (7) Ayat 172 yang berbunyi:
172. dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan)".

Dan firman Allah SWT lagi yang berbunyi:
30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
(Q.S Ar Rum (30) Ayat 30)

205. dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (Q.S Al A'raaf (7) Ayat 205)

dan sebagaimana Allah Ta’ala berfirman di dalam Hadits Qudsi bahwa Allah tidak akan pernah memperhatikan dan memberikan ganjaran pahala atas segala bentuk amal ibadah yang kita kerjakan sebelum kita memperhatikan Haq Allah tersebut;Allah Ta’ala berfirman didalam Hadis Qudsi :
Laastu binaa zhiriin fii haqqi ‘abdii hattaa yanzhura fii haqqi
“ Tidaklah Aku akan memperhatikan HAQ hambaKu,
 sebelum ia menunaikan haqKu. ’’
( H.Q.R. Thabarani dalam kitabnya Al-Kabiir yang bersumber dari Ibnu Abbas r.a )

Bagaimana akan diberi Allah pahala dari segala amal ibadah yang kita kerjakan, baik amalan wajib maupun sunnat dan segala amalan-amalan ibadah apapun yang kita kerjakan. Jika kita tidak atau belum memenuhi haq Allah terlebih dahulu, yaitu mengembalikan kefitrahan ruh/ hati/ jiwa yang awalnya bersih dan suci pada awal mula di tiupkan ke dalam janin. Bukankah semua amal ibadah yang telah kita kerjakan  selama ini kita anggap sudah paling benar, pas, tepat dan terarah, semuanya akan menjadi sia-sia belaka karena kurangnya ilmu di dalam pandangan Allah, yaitu ilmu untuk bagaimana mengembalikan kebersihan dan kesucian hati/jiwa. Sebagaimana Allah SWT telah berfirman yang artinya:
142. Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (Q.S Al An Nisaa’ (4) Ayat 142)

dan firman Allah SWT lagi yang artinya:
4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
(Q.S Al Maa’uun (107) Ayat 4-5)


Serta firman Allah SWT lagi yang menjelas tentang orang-orang yang mendapatkan kesia-siaan di dalam segala bentuk amal ibadahnya:
104. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
(Q.S Al Kahfi (18) Ayat 104)

35. Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.
(Q.S Al Anfal (8) Ayat 35)

39. dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu  Dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup danAllah adalah sangat cepat perhitungan-Nya. (Q.S An Nuur (24) Ayat 39)
 
Mohon ampun kepada Allah, mohon maaf kepada seluruh anak-anak bangsa yang kami sayangi dan yang sangat kami cintai, mengapa kemerosotan akhlak dan moral anak-anak bangsa semakin sangat memprihatinkan serta bermunculannya konflik-konflik keagamaan yang sebagaimana telah kita ketahui bersama. Dalam hal ini, bukanlah maksud kami ingin menggurui atau merasa paling tahu dan merasa paling benar, karena semua ini bukanlah kesalahan para ulama, bukanlah kesalahan para ustadz-ustadzah, bukanlah kesalahan para pemuka agama, bukanlah kesalahan para Cendikiawan muslim, bukanlah kesalahan para Budayawan muslim, bukanlah kesalahan para pendakwah yang konsisten dalam mensyia’arkan agama, bukanlah kesalahan para Tuan Guru, dan bukanlah pula kesalahan siapapun, khususnya terutama  bukanlah kesalahan orang-orang tua kami yang kami hormati, yang kami sayangi dan kami cintai yang duduk di MUI di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah-Daerah, dan tidak pula hal tersebut merupakan kesalahan pejabat-pejabat tinggi di lembaga Pemerintahan atau kesalahan pemerintah itu sendiri.

Satu hal yang mungkin tertinggal atau terlupakan oleh kita semua khususnya  umat Islam, yaitu: untuk mempelajari dan mengamalkan ilmu tasawuf secara sungguh-sungguh sebagai salah satu ilmu yang wajib (fardhu ‘ain)  dipelajari atau dituntut bagi setiap Muslim laki-laki dan perempuan yang sudah baligh dan berakal tanpa satu alasan apapun, selain ilmu Fiqih dan ilmu Usuluddin (ilmu kalam), ilmu Tasawuf wajib dipelajari karena sangat berkaitan dengan Roh Ibadah yaitu HATI yang menjadi penentu sebagai penilaian dari sisi Allah yang tidak pula bisa cukup hati saja tanpa disertai perbuatan tubuh dalam mengerjakan perintah-perintah Allah serta menjauhi larangan-Nya karena sebagai central kehidupan manusia itu pusatnya adalah HATI, Sesengguhnya memang para pengamal-pengamal ilmu tasawuf, yaitu para sufi-sufi yang ilmunya mengupas secara mendalam agar hati kita dapat tentram dan damai bersama dengan yang menciptakan diri kita, yaitu Allah Azza Wazzala yang Maha Mulia itu.  Para pengamal ilmu Tasawuf melalui Thariqat tidak pernah tampil dan tidak mau menampilkan diri  serta tidak mau dipublikasikan, sehingga  ilmu tasawuf tidak pernah terjangkau atau tidak banyak diketahui oleh umat yang mau memperdalam ilmu agama untuk dapat mencintai Allah. Kalaupun sudah ada orang-orang yang sudah mengetahui  dan mempelajari ilmu Tasawuf, jika belum ditekuninya secara sungguh-sungguh dan belum mengkajinya secara lebih mendalam lagi, serta menerapkan dan mengamalkannya dengan methode amalan-amalan yang diamalkan oleh Junjungan Nabi Muhammad SAW, para sahabat-sahabat, para Tabi’it, Tabi’in dan para salafus shaleh dan  sampai kepada Tuan-Tuan Guru, yaitu:  Suatu ilmu yang sangat Allah sukai, senangi, dan sangat meridhoi-Nya, yakni ilmu untuk bagaimana mengembalikan Fitrah Allah yaitu RUH/JIWA KITA sebagai HAQ Allah yang wajib kita bersih dan sucikan kembali seperti semula agar dapat berhubungan kembali kepada Allah dengan jalan mendalami ilmunya di Tasawuf melalui Thariqat dengan jalan beramal ibadah yang benar, pas, tepat dan terarah dengan methode dzikrullah, yaitu: Dzikrullah Ismuzat, Dzikrullah Nafi’ Isbat, Dzikrullah Murakabah Ahdiyah khususnya di Pengajian Tasawuf Babur Ridho Rahmatullah Ahli Thariqat Naqsyabandi Jabal hindi secara penuh ketekunan dan secara kesungguhan dan bersungguh-sungguh serta secara lebih mendalam.

Namun, bila mengetahui dan mempelajari disiplin ilmu Tasawuf hanya diperolehnya di bangku Universitas saja atau hanya sekedar membaca buku ilmu tasawuf saja, mustahil rasa ketentraman, keamanan dan kedamaian akan diperolehnya khususnya di setiap diri pribadi umat Islam jika tidak menerapkan dan mendalami ilmu tasawuf tersebut secara murni agar dapat merubah hati kita yang dahulunya tidak berdzikir, tunduk, sujud kepada Dzat Allah kembali berdzikir mengingat Allah.  Sebagaimana Allah SWT telah berfirman di dalam Q.S Al Haddid (57) Ayat 16:
16. Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk (khusyuk) hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.

Bukanlah maksud kami amalan-amalan yang dikerjakan oleh para Alim ulama, Ustadz-Ustadzah, pemuka agama, tokoh agama, Tuan-Tuan Guru dan umat Islam pada umumnya itu tidak benar, tetapi seperti dikatakan Allah di dalam firman-Nya:
104. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
(Q.S Al Kahfi (18) Ayat 104)

142. Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah  kecuali sedikit sekali.
(Q.S An Nisaa’ (4) Ayat 142)

Hal inilah yang harus lebih diintrofeksi lagi akan segala bentuk amal ibadah yang kita kerjakan jika masih belum tepat pada sasaran yang dimaksud dan yang dikehendaki Allah yaitu terfokus dan terpusat kepada HATI. Sehingga disetiap melaksanakan segala bentuk amal ibadah yang diperintahkan Allah baik yang wajib maupun yang sunnat wajiblah hati kita berdzikir kepada Allah secara istiqamah.

Dalam kitab Shahi Bukhari dan Muslim diriwayatkan, suatu hari Nabi s.a.w dududk di mesjid bersama para sahabatnya, beberapa saat kemudian ada seseorang masuk ke mesjid dan melaksanakan shalat, lantas Nabi s.a.w pun memperhatikan shalat orang tersebut, setelah selesai shalat orang itu mendatangi Nabi s.a.w seraya mengucapkan salamnya, kemudian Nabi s.a.w bersabda: “Kembalilah dan ulangilah shalatmu”! karena sesungguhnya engkau belum mengerjakan shalat. “ lantas orang itu kembali ketempatnya dan mengulangi shalatnya sebagaimana sebelumnya. Kemudian dia mendatangi Nabi s.a.w seraya mengucap salam. Rasulullah s.a.w menjawab salamnya dan bersabda lagi : ”Kembalilah dan ulangilah shalatmu”! karena sesungguhnya engkau belum mengerjakan shalat”. Maka orang itu berkata “ Demi Dzat yang benar-benar telah mengutusmu, bagaimana shalat yang lebih baik dari ini? ajarilah aku!”. Nabi s.a.w pun menjawab, “jika engkau mengerjakan shalat bertakbirlah kemudian bacalah Al Qur’an dan setelah itu ruku’ lah dengan Thuma’ninah (tenang)!” kemudian berdirilah (untuk I’tidal) dan kemudian sujudlah dengan thuma’ninah kemudian bangkitlah dan duduklah dengan Thuma’ninah, lakukan semua itu dalam setiap shalatmu!”
Begitu juga Junjungan Nabi Besar kita Rasulullah SAW, melalui jalan memusatkan pikiran dan hatinya hanya untuk mencintai Allah semata didasar lubuk hatinya yang paling dalam dengan beramal ibadah yang lebih dapat terkonsentrasi lagi yaitu di dalam pengasingannya di Gua hiro, disitulah beliau menerima kerasulannya dan menerima wahyu pertama kalinya, padahal beliau tidak pernah mengecap pendidikan di Universitas dan beliau kita kenal sebagai orang yang UMMI tidak tahu baca tulis, rupanya makna yang sesungguhnya yang mendalam tentang turunya Ayat pertama yaitu Qur’an Surat Al ‘Alaq  (96) ayat 1-19 yaitu membaca diri (kaji diri), (Dewo/12/8/2016)